Pengertian
Kode Etik Jurnalistik
Kode etik Jurnalistik merupakan
prinsip yang keluar dari hati nurani setiap profesi, sehingga pada tiap
tindakannya seorang yang merasa berprofesi tentulah membutuhkan patokan moral
dalam profesinya. Karenanya suatu kebebasan termasuk kebebasan pers tentunya
mempunyai batasan, dimana batasan yang paling utama dan tak pernah salah adalah
apa yang keluar dari hati nuraninya. Dalam hal itu, kebebasan pers bukan saja
dibatasi oleh kode etik jurnalistiknya akan tetapi tetap ada batasan lainnya,
misalnya ketentuan menurut undang-undang (http://fungsi
peranan pers.com.)
Kode etik merupakan aturan-aturan
susila, atau sikap akhlak yang ditetapkan bersama dan ditaati bersama oleh para
anggota, yang tergabung dalm suatu kumpulan atau organisasi (organisasi
profesi). Oleh karena itu, kode etik merupakan suatu bentuk persetujuan bersama,
yang timbul secara murni dari diri pribadi para anggota. Kode etik juga
merupakan serangkaian ketentuan dan peraturan yang disepakati bersama guna
mengatur tingkah laku para anggota organisasi. Kode etik lebih meningkatkan
pembinaan anggota sehingga mampu meberikan sumbangan yang berguna dalam
pengabdiannya di masyarakat (http://fullmateri.wordpress.com).
Dapat dikatakan bahwa kode etik
Jurnalistik adalah aturan-aturan atau etika yang ada dalam dunia pers. Yang
mana aturan-aturan tersebut memuat tentang tata cara wartawan dalam memperoleh
berita ataupun menerbitkan sebuah berita. Aturan ini juga memuat tata cara
hubungan wartawan dengan masyarakat (sumber beritanya).
Fungsi
Kode Etik
Penetapan kode etik berfungsi menjamin
tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat. Kode etik harus
menjadi landasan moral atau etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional
dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan. Pengawasan dan
penetapan sangsi atas pelanggaran tersebut sepenuhnya diserahkan kepada jajaran
pers dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu
(http://witantra.wordperss.com/2008/05/19/etika-pers-dan-kode-etik-iurnalistik/).
Selain itu fungsi kode etik
jurnalistik antara lain:
1. Sebagai pedoman seorang wartawan dalam
menjalankan tugasnya.
2. Menjaga nama baik dunia pers, dengan
berjalannya kode etik jurnalistik akan membawa nama baik pada sebuah
penerbitan.
3. Mengatur hubungan antara masyarakat dengan
wartawan
4. Mengatur
tata cara para jurnalis dalam memperoleh sebuah berita.
5. Menjaga keseimbangan berita, dengan tidak
mencampurkan antara fakta dengan opini.
6. Membentuk pribadi seorang wartawan yang
mengutamakn kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
Kode
Etik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
(Lampiran)
Kode
Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
(Lampiran)
Kode
Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
(Lampiran)
Etika
dan Hukum Kode Etik Jurnalistik
Hukum selalu mengitari semua hal yang
ada di dunia. Tujuannya tentu saja untuk menciptakan keteraturan, agar tidak
terjadi keadaan berat sebelah atau merugikan salah satu pihak. Begitu juga
dengan media massa. Semakin berkembangnya teknologi suatu negara, semakin maju
pula media massa negara tersebut. Untuk itu, diperlukan sebuah aturan yang
mengikat dan menjaga agar media massa tersebut dapat berjalan semestinya dan
tidak merugikan. Hal inidisebabkan karena ciri media massa yang dengan berbagai
bentuknya dapat menyentuh kehidupan banyak orang.
Kode etik merupakan rambu-rambu,
kaidah penuntun dan sekaligus pemberi arah tentang apa yang seharusnya
dilakukan dan tidak dilakukan wartawan dalam menjalankan tugas-tugas
jurnalistiknya. Atas dasar itulah di bagian terdahulu dikemukakan bahwa
penerapan dan penegakan etika pers dan hukum sangat penting. Pilar utama kode
etik Perlu diingat, kalau seseorang terjun ke dunia kewartawanan, maka paling
tidak ada tiga pilar utama yang menjadi pegangan dalam menjalankan tugasnya.
Piar utama pertama adalah kode etik
jurnalistik. Seperti dikemukakan di atas, kode etik merupakan landasan moral,
kaidah penuntun dan pemberi arah bagi wartawan dalam menjalankan tugasnya.
Tanpa kode etik, pemberitaan pers akan menjadi anarkis.
Pilar utama kedua adalah norma hukum.
Ternyata dalam praktiknya kode etik masih belum cukup. Masih mutlak diperlukan
penataan akan norma hukum. Kode etik dan norma hukum memang sangat erat
kaitannya. Sebab apa yang dilarang kode etik juga dilarang oleh hukum. Demikian
sebaliknya, apa yang dilarang oleh hukum, juga dilarang oleh kode etik. Contoh
klasik, dua orang yang berada dalam sebuah sampan berlayar di tengah laut
tiba-tiba diterpa gelombang besar dan angin ribut, maka kalau ingin selamat
salah seorang diantaranya harus dikorbankan. Dalam keadaan darurat seperti itu,
tindakan mengorbankan nyawa orang lain untuk menyelamatkan atau membela diri,
dapat dimaafkan secara hukum.
Pilar utama ketiga adalah
profesionalisme. Dalam praktik, ternyata penataan akan kode etik dan norma
hukum saja tidak cukup. Oleh karenanya, mutlak diperlukan profesionalisme.
Yaitu keterampilan untuk mengemas dan meramu berita sedemikian rupa, sehingga
pesan yang akan disampaikan kepada publik dapat diterima dan dimengerti dengan
jelas. Sebab bisa terjadi informasi yang disampaikan kepada publik tersebut
tidak utuh dan tidak lengkap serta tidak jelas bahkan terkontaminasi kalau
tidak dikemas dan diramu dengan baik sesuai standar berita yang baku. Sebab
itu, sekali lagi perlu ditegaskan, ketiga pilar utama berupa norma etik, norma
hukum dan profesionalisme dalam dunia kewartawanan sangat penting. Dengan kata
lain, menurut persepsi kejurnalistikan, penerapan dan penataan norma etik dan
norma hukum serta dukungan profesionalisme merupakan hal yang sangat mutlak.
Bahkan penataan norma etik dan norma hukum serta profesionalisme merupakan
rambu-rambu kemerdekaan pers yang professional dan bermartabat (http.V/funsi&peranpers.com)
Perbedaan
dan Persamaan Ketiga Kode Etik
PERBANDINGAN
STRUKTUR KODE ETIK
Nama
organisasi wartawan
|
Pembukaan
|
Isi
|
Penutup
|
PWI
|
Memiliki
pembukaan dalam kode etiknya
|
Terdiri
dari 4 bab dan 1 7 pasal
|
|
AJI
|
-
|
Terdiri
dari 1 8 point
|
-
|
KEWI
|
-
|
Terdiri
dari 1 1 point
|
-
|
Persamaan
Ketiga Kode etik:
1. Menghormati
hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh
dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
3. Mencabut dan meralat kekeliruan dalam
pemberitaan
4. Meneliti kebenaran informasi
5. Tidak memnerima suap atau sogokkan
6. Menjaga kerahasiaan
7. Memberitakan berita secara akurat, dan
berimbang
8. Wartawan menempuh cara profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik
9. Memberitakan fakta yang ada.
10. Tidak
mencampurkan fakta dan opini
11. Meralat
pemberitaan yang tidak akurat
12. Menghormati
ketentuan embargo dan off the record
Lampiran :
KODE
ETIK PWI :
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
Pasal 1
Wartawan
Indonesia beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila,
taat kepada undang-undang Dasar Negara RI, kesatria, menjunjung harkat,
martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi kepada kepentingan bangsa dan
negara serta terpercaya dalam mengemban profesinya. Analisis:
(1) Ssemua prilaku, ucapan
dan karya jurnalistik wartawan harus senantiasa dilandasi, dijiwai, digerakkan
dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta
nilai-nilai luhur pancasila, dan mencerminkan ketaatan pada konstitusi Negara.
(2) Ciri-ciri wartawan yang
kesatria adalah: a. Berani membela kebenaran dan keadilan. b. Berani
mempertanggung jawabkan semua tindakan, termasuk karya jurnalistiknya. c.
Bersikap demokratis. d. Menghormati
kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa. Dalam menegakkan
kebenaran, senantiasa menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia dengan menghormati
orang lain, bersikap
demokratis, menunjukkan
kesetiakawanan sosial.
(3) Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara
adalah wartawan Indonesia sebagai makhluk sosial bekerja bukan untuk kepentingan diri
sendiri, kelompok atau
golongan, melainkan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan
negara.
(4) Terpercaya adalah orang
yang berbudi luhur, adil arif, dan cermat serta senantiasa mengupayakan karya
terbaiknya. Profesi adalah pekerja tetap yang memiliki unsur-unsur:
- Himpunan pengetahuan
yang bersifat khusus
- Terampil dalam
menerapkannya
- Tata cara pengujian
yang obyektif
- Kode etik serta
lembaga pengawasan dan pelaksanaan penataannya.
Pasal 2
Wartawan
Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut
tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar)
yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan
bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan
yang dilindungi oleh undang-undang. Analisis:
Wartawan wajib mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan
tulisan, gambar, suara, serta suara dsan gambar dengan tolak ukur:
a. Yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara ialah
memaparkan atau menyiarkan rahasia militer, dan berita yang bersifat sepekualatif.
b. Mengenai penyiaran berita yang membahayakan persatuan dan kesatuan
bangsa, serta menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan
yang dilindungi oleh undang-undang, wartawan perlu memperhatikan kesepakatan
selama ini menyangkut isu SARA ( suku, agama, ras, dan antar golongan ) dalam
masyrakat. Tegasnya wartawan Indonesia menghindari pemberitaan yang dapat
memicu pertentangan suku, agama, ras dan antar golongan.
Pasal 3
Wartawan
Indonesia pantang menyiarkan karya jurnallistik (tulisan, suara, serta suara
dan gambar) yang menyesatkan memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul
serta sensasional. Analisis:
(1) Yang dimaksud dengan
menyesatkan adalah berita yang membingungkan, meresahkan, membohongi,
membodohi atau melecehkan
kemampuan berfikir khalayak.
(2) Yang dimaksud dengan memutar balikan fakta adalah mengaburkan atau
mengacau balaukan fakta tentang suatu peristiwa dan persoalan, sehingga
masyarakat tidak memperoleh suatu gambaran yang lengkap, jelas, pasti dan
seutuhnya untuk dapat membuat kesimpulan dan atau menentukan sikap serta
langkah yang tepat.
(3) Yang dimaksud bersikap fitrah adalah membuat kabar atau tuduhan yang
tidak berdasarkan fakta
atau alasan yang
tidak dapat dipertanggung jawabkan.
(4) Yang dimaksud dengan
cabul adalah melukai
perasaan susila dengan berselera rendah.
(5) Yang dimaksud dengan sadis adalah kejam, kekerasan dan
mengerikan.
(6) Yang dimaksud dengan sensasi berlebihan adalah memberikan gambaran
yang melebihi kenyataan sehingga bisa menyesatkan.
Pasal 4
Wartawan
yang tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan tulisan
gambar, yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak.
Analisis:
(1) Yang dimaksud dengan imbalan adalah perberian dalam bentuk mated,
uang, fasilitas kepada wartawan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita
dalam bentuk tulisan di media cetak, tayangan di layar televisi atau siaran di
radio siaran. Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud di pasal ini adalah
perbuatan tercela.
(2) Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di
media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara.
BAB II
CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN
PENDAPAT
Pasal 5
Wartawan
Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan
dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri. Karya
jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan, agar disajikan dengan
menggunakan nama jelas penulisnya. Analisis:
(1) Yang dimaksud berita secara berimbang dan adil adalaah menyajikan
berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kpentingan, penilai
atau sudut pandang masing-masing kasus secara propesiaonal.
(2) Mengutamakan kecermatan dari kecepatan, artinya setiap
penulis, penyiaran atau penayangan berita
hendaknya selalu memastikan
kebenaran dan ketepatan sesuatu
peristiwa dan atau masalah yang di berikan.
(3) Tidak mencampur adukkan fakta dan opini artinya seorang
wartawan tidak menyajikan pendapatnya sebagai berita atau fakta. Apabila suatu
berita ditulis atau disiarkan dngan opini, maka berita tersebut wajib di
sajikan dengan menyebutkan nama penulisnya.
Pasal 6
Wartawan
Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak
menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar)
yangmerugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.
Analisis:
Pemberitaan
hendaknya tidak merendahkan atau merugikan harkat martabat, derajat, nama baik
dan perasaan susila seseorang, kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif
bagi masyarakat.
Pasal 7
Wartawan Indonesia
dalam memberitakan peristiwa
yang diduga menyangkut pelanggaran
hukum atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah,
prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang. Analisis:
Seseorang
tidak boleh disebut atau dikesankan bersalah melakukan sesuatu tindakan pidana
atau pelanggaran hukum lainnya sebelum ada putusan tetap pengadilan, selama
dalam proses penyidikan/pemeriksaan peradilan, orang tersebut masih berstatus
tersangka atau tergugat, dan setelah mencapai tingkat sidang pengadilan harus
disebut sebagai terdakwa/tertuduh atau sedang dituntut. Prinsip adil, artinya
tidak memihak atau menyudutkan seseorang atau suatu pihak, tetapi secara
faktual memberikan porsi yang sama dalam pemberitaan baik bagi pilisi, jaksa,
tersangka atau tertuduh, dan penasihat hukum maupun kepada para saksi, baik
yang meringankan maupun yang memberatkan. Jujur, mengharuskan wartawan
menyajikan informasi yang sebenarnya, tidak di manipulasi, tidak putar balikan.
Berimbang tidak bersifat sepihak, melainkan memberikan kesempatan yang sama
kepada pihak yang berkepentingan.
Pasal 8
Wartawan
Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila tidak menyebut nama dan identitas
korban. Penyebutan nama dan identitas pelaku kejahatan yang masih di bawah
umur, dilarang.
Analisis:
Tidak
menyebut nama atau identitas korban artinya pemberitaan tidak memberikan
petunjuk tentang siapa korban perbuatan susila tersebut baik wajah, tempat
kerja, anggota keluarga dan atau tempat tinggal, namun hanya boleh menybut
jenis kelamin dan umur korban. Kaidah-kaidah ini juga berlaku dalam kasus pelaku
kejahatan di bawah umur.
BAB III
SUMBER BERITA
Pasal 9
Wartawan
Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan,
suara, serta suara
dan gambar) dan
selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita.
Analisis
:
(1) Sopan artinya wartawan
berpenampilan rapi dan bertutur kata yang baik, juga menggiring, memaksa secara
kasar, menyudutkan, dan sebagainya terhadap sumber berita.
(2) Terhormat artinya
memperoleh bahan berita dengan cara yang benar, jujur dan ksatria.
(3) Mencari dan
mengumpulkan bahan berita secara terbuka dan terang-terangan sehingga sumber
berita memberi keterangan dengan kesadaran bahwa dia turut bertanggung jawab
atas berita tersebut. ( contoh, tidak menyiarkan berita hasil nguping).
Menyatakan identitas pada dasarnya perlu untuk penulisan berita peristiwa
langsung ( Straight new), Berita ringan (soft news), karangan khas (features),
dan berita pendalaman (in-depth reporting), pada saat pengumpulan fakta dan data wartawan
boleh tidak menyebut identirtas. Tetapi,
pada saat mencari
kepastian (konfirmasi) pada
sumber yang berwenang perlu
menyatakan diri sedang melakukan tugas kewartawanan kepad sumber berita.
Pasal 10
Wartawan
Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap
pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan hak
jawab secara proporsional kepada sumber atau obyek berita.
Analisis
:
Hak
jawab diberikan kepada kesempatan pertama untuk menjernihkan duduk persoalan
yang diberitakan. Pelurusan atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi
pemberitaan bersangkutan, dan maksimal sama panjang dengan berita sebelumnya.
Pasal 11
Wartawan
Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas
serta
kompetensi sumber berita.
Analisis:
(1) Sumber berita merupakan
penjamin kebenaran dan ketepatan bahan berita. Karena itu, wartawan perlu memastikan kebenaran beruta
dengan cara mencari dukungan bukti-bukti kuat atau memastikan kebenaran dan
ketepatan bahan berita adalah wujud itikad, sikap dan prilaku jujurdan adil
setiap wartawan profesional.
(2) Sumber berita dinilai memiliki kewenangan
bila niemenuhi syarat-syarat:
- kesaksian langsung
- ketokohan/keterkenalan
- pengalaman
- kedudukan/jabatan
terkait, dan keahlian
Pasal 12
Wartawan Indonesia tidak melakukan
tindakan plagiat, tidak
mengutip karya jurnalistik tanpa
menyebut sumbernya.
Analisis:
Mengutip
berita, tulisan atau gambar hasil karya pihak lain tanpa menyebut sumbernya
merupakan tindakan plagiat, tercela dan dilarang.
Pasal 13
Wartawan
Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang
bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut
fakta dan data bukan opini. Apabila nama dan identitas sumber berita tidak
disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.
Analisis:
(1) Nama atau identitas sumber berita perlu disebut, kecuali
atas permintaan sumber berita itu untuk tidak disebut nama atau identitasnya
sepanjang menyangkut fakta lapangan (empiris) dan data.
(2) Wartawan mempunyai hak tolak, yaitu hak untuk tidak
mengungkapkan nama dan identitas sumber berita yang dilindungi.
(3) Terhadap
sumber berita yang
dilindungi nama da
identitasnya hanya disebutkan? (
tetapi tidak perlu menggunakan kata-kata? Menurut sumber yang layak dipercaya?)
dalam hal ini, wartawan bersangkutan bertanggung jawab penuh atas pemuatan atau
penyiaran berita tersebut.
Pasal 14
Wartawan
Indonesia menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan
informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta
tidak menyiarkan keterangan "off the record". Analisis:
(1) Embargo yaitu
permintaan penundaan penyiaran suatu berita sampai batas waktu yang ditetapkan
oleh sumber berita, wajib di hormati.
(2) Bahan latar belakang
adalah informasi yang tidak dapat disiarkan langsung dengan menybutkan
identitas sumber berita, tetapi dapat digunakan sebagai bahan untuk
dikembangkan dengan penyelidikan lebih jauh oleh wartawan yang bersangkutan,
atau dijadikan dasar bagi suatu karangan atau alasan yang merupakan tanggung
jawab wartawan bersangkutan sendiri.
(3) Keterangan "off the record" ( keterangan bentuk lain yang
mengandung arti sama diberikan atas
perjanjian antar sumber
berita dan wartawan bersangkutan dan tidak disiarkan).
Untuk salah paham ketentuan "off the record" harus dinyatakan secara
tegas oleh sumber berita kepada wartawan bersangkutan. Ketentuan tersebut
dengan sendirinya tidak berlaku bagi wartawan yang dapat membuktikan telah
memperoleh bahan berita yang sama dari sumber lain tanpa dinyatakan sebagai
"off the record".
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Wartawan
Indonesia harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.
Analisis:
Kode
etik Jurnalistik dibuat oleh wartawan, dari dan untuk wartawan sebagai acuan
moral dalam menjalankan tugas kewartawanannya dan berikrar untuk mentaatinya.
Pasal
16
Wartawan
Indonesia menyadari sepenuhnya bahawa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini
terutama berada pada hati nurani masing-masing.
Analisis:
Penataan
dan pengamalan kode etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.
Pasal 17
Wartawan
Indonesia mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran
Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.
Tidak
satu pihakpun di luar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan
Indonesia dan atau medianya berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik
ini.
Analisis:
(1) kode
etik jurnalistik ini
merupakan pencerminan adanya
kesadaran professional. Hanya PWI yang berhak mengawasi pelaksanaannya
dan atau menyatakan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh wartawan
serta menjatuhkan sanksi atas wartawan bersangkutan.
(2) Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak dapat dijadikan
dasar pengajuan gugatan pidana maupun perdata.
(3) Dalam hal pihak luar menyatakan keberatan terhadap
penulis atau penyiaran suatu berita, yang bersangkutan dapat mengajukan
kebberatan kepada PWI. Setiapa pengaduan akan ditangani oleh dewan
kehormatan sesuai dengan prosedur yang
diatur dalam pasal pasal 22, 23, 24, 25, 26, dan 27 peraturan rumah tangga PWI.
Sumber:
- (http://romeltea.wordpress.com/2007/10/02/kode-etik-jurnalistik-etika-profesional-wartawan/)
- http:// pedomanrakyat.blogspot.com/2008/04/kode-etik-jurnalistik-pwi-persatuan.html.
KODE ETIK AJI
(ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN)
1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar. Analisis: Seorang wartawan harus menulis
berita sesuai dengan fakta dan tidak boleh mengada-ada.
2. Jurnalis
senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasab dan keberimbangan dalam
peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
Analisis:
Wartawan dalam meliput suatu berita tidak
boleh merugikan salah satu pihak. Kemudian kritik dan komentar yang ditulis
harus objektif.
3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang
memiliki daya dan kesempatan untuk menyarakan pendapatnya.
Analisis:
Wartawan harus memberi kesempatan kepada
masyarakat untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap suatu berita yang
sedang diliput.
4. Jurnalis
hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya. Analisis:
Wartawan harus menyebutkan sumber secara
jelas.
5. Jurnalis tidak
menymbunyikan informasi penting
yang perlu diketahui masyarakat
Analisis:
Wartawan tidak boleh menutup-nutupi
kebenaran dari suatu berita.
6. Jurnalis
menggunakan cara-cra yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
Analisis:
Dalam meliput suatu berita wartawan harus
menunjukkan identitas diri kepada nara sumber, tidak menyuap, menghasilkan
berita yang faktual dan jelas sumbernya, rekayasa pengambilan dan pemuatan atau
penyiaran gambarn foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan
ditampilkan secara berimbang, menghormati pengalaman traumatik nara sumber
dalam penyajian gambar, foto, suara.
7. Jurnalis
menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang off the
record, dan embargo.
Analisis:
Wartawan tidak mengungkapkan identitas dan
keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya, misalnya dengan
penundaan pemuatan atau peniaran berita sesuai dengan permintaan
narasumber. Informasi latar belakanga
adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau
diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya yang tidak boleh disiarkan atau
diberitakan.
8. Jurnalis
segera meralat sebuah pemberitaan yang tidak benar secepatnya.
Analisis:
Wartawan harus meralat sebuah pemberitaan
yang tidak benar secepatnya.
9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi
konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana
dibawah umur.
Analisis:
Wartawan menjaga rahasia data dan
informasi yang menyakut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak
seseorang. Seseorang yang dimaksud adalah anak yang berusia kurang dari 16
tahun dan belum menikah.
10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka,
sikap merendsahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik,
cacat atau sakit jasmani, cacat atau akit mental, atau latarbelakang sosial
lainnya.
Analisis:
Mengenai penyiaran berita yang
membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menyinggung perasaan agama,
kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang,
wartawan perlu memperhatikan kesepakatan selama ini menyangkut isyu SARA (suku,
agama, ras, dan antar golongan) dalam masyarakat. Tegasnya, wartawan Indonesia
menghindari pemberitaan yang dapat memicu pertentangan suku, agama, ras dan
antar golongan.
11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali
hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
Analisis:
Pemberitaan hendaknya tidak merendahkan
atau merugika harkat martabat, derajat, nama baik serta perasaan susila
seseorang kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif bagi masyarakat.
12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan
mengumbar kecabulan, kekejaman,
kekerasan flsik dan seksual.
Analisis:
Wartawan tidak melakukan penggambaran
tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang
semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
13. Jurnalis
tidak memanfaatkan posisi
dan informasi yang
dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
Analisis :
Wartawan tidak boleh menyalahgunakan
profesinya untuk kepentingan pribadi atas informasi yang diperoleh saat
bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum
14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan
Analisis
Wartawan tidak menerima segala pemberitaan
dalam bentuk uang, benda, atau pasilitas dri pihak lain yang mempengaruhi
independents!.
15. Jurnalis tidak dibenarkan menciplak
Analisis:
Wartawan tidak melakukan plagiat termasuk
menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri
16. Jurnalis menghindari fitnah dan penyemaran
nama baik
Analisis:
Wartwan tidak memberikan tuduhan tanpa
dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk
17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang
menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas
Analisis:
Wartawan harus menjalankan tugas dengan
baik tamapa ada campur tangan orang lain yang dapat merugikan profesinya
sebagai wartawan.
18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode
etik akan diselesaikan dengan majelis kode etik Analisis:
Segala sesuatu yang melangggar kode etik
harus diselesaikan oleh majelis kode etik (Diperoleh dari:
"http://id.wikisource.org/wiki/kode_Etik_Jurnalistik_AJI").
Kode
Etik Kewi
Pasal
1
Wartawan Indonesia
bersikap independen, menghasilkan berita
yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikat buruk
Analisis:
Idenpeden
berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani
tanpa
campur tangan, paksaan,, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik
perusahaan
pers.
a. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika
peristiwa terjadi
b. Berimbang
berarti semua pihak mendapat kesempatan setara
c. Tidak beritikat buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan
semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain
Pasal
2
Wartawan
Indonesia menempuh cara-cark yang profesional dalam melaksanakan
tugas
jurnalistik.
Analisis:
Cara-cara
profesional adalah
1. menunjukkan
identitas diri kepada narasumber
2. menghormati
hah privasi
3. tidak
menyuap
4. menghasilkan
berita yang faktual dan jelas sumbernya.
5. rekayasa
pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar
6. menghormati
traumatik narasumber
7. tidak
melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai
karya sendiri
8. senggunaan
cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita.
Pasal
3
Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asa praduga tak
bersalah
Analisis:
a. Menguji
informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi
b. Berimbang adalah
memberikan ruang atau
waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara
profesional.
c. Opini
yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.
d. Asas
praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal
4
Wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Analisis:
a. Bohong
berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang
tidak sesuai dengan fakta yang terjadi
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang
dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis
berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto,
gambar, suara, grafts atau tulisan yang
semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan
waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal
5
Wartawan
Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan
susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Analisis:
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri
seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak
b. Anak
adalah seseorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah
Pasal
6
Wartawan
Indonesi menyalah gunakan profesi dan tidak menerima suap
Analisis:
a. Menyalahgunakan profesi
adalah segala tindakan
yang mengambil keuntungan
pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut
menjadi pengetahuan umum
b. Suap
adalah segala pemberian dalam bentuk uang benda atau fasilitas dari pihak lain
yang mempengaruhi idenpendensi
Pasal
7
Wartawan
Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi nara sumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang, and off the record sesuai dengan kesepakatan.
Analisis:
a. Hak
tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber
demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai
dengan permintaan narasumber
c. Informasi
latar belakang adalah segala informasi atau data dari nara sumber yang
disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber
yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan
Pasal
8
Wartawan
Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,
miskin, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Analisis:
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik
mengenai sesuatu sebelum mengetahui secarajelas
b. Diskriminasi
adalah pembedaan perlakuan
Pasal
9
Wartawan
Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali
untuk kepentingan publik
Analisis:
a. Menghormati
hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan
keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal
10
Wartawan Indonesia segera mencabut,
meralat dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan
permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Analisis:
a. Segera
berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada
teguran dari pihak luar
b. Permintaan
maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan subtansi pokok
Pasal
11
Wartawan
Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional
Analisis:
a. Hak
jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan
atau sanggahan pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk
membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang
dirinya maupun orang lain.
c. Proposional
berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Sumber: Bahan Ajar Mata Kuliah Jurnalistik