”Kya…!” Lagi-lagi
Lusi berteriak histeris.” Kau punya poster Jang Geun Suk? Dari mana kau dapat?”
“Dari tabloid xxx
ini, tiap edisi ada poster artis koreanya! Keren kan? Dapat poster yang gedenya
lagi! ” Jawab Neni tak kalah heboh.
”Wa,,, curang kau
tak ajak-ajak aku. Kau beli di mana? Aku mau juga, nanti aku tempel di kamar”.
“Ada di emperan
seberang tu, kayaknya udah abis deh, diserbu ama anak SMA. Sori, Ci. Bukan maksudku melupakan dirimu,
tetapi apalah daya, diriku saja semalam harus berjuang mendapatkan poster ini
melawan anak SMP 1.”
“Tapi, aku mau
Jang Geun Suk…” Rengek Lusi lagi sambil mencium poster di tangannya.
“Jangan kuat-kuat
ntar rusak posternya”
Popi yang baru
melihat pemandangan itu tidak lagi terkejut. Sudah biasa ia melihat teman-temannya
yang histeris tidak jelas. Padahal yang dipuja-puja orangnya nun jauh disana.
Eh, malah yang disini kecentilannya minta ampun.
“Otak-otak lu
konslet ya? Realistis dikit lah!” kata Popi sedikit kesal. Hampir tiap hari
saat istirahat dan mengumpul dengan teman-temannya, topiknya tidak jauh-jauh
dari film dan boy bandnya Korea.
“Kenapa? Popi iri?
Liat aku punya poster besar Jang Geun Suk?” kata Neni menggoda, padahal ia tahu
selera temannya yang satu ini. Bagi Neni level Popi masih jauh dibawahnya.
Habis gak punya . Di hati Neni, Korea numero uno!
“Kau sih gak
pernah nonton filmnya! Coba aja liat di tipi atu-atu* yang sore sekaliii aja,
nonton ampe abis. Dari sana, kau bakalan kesengsem dengan filmnya! Geun Suk
paling keren deh!” kata Luci sambil mengacungkan jempolnya. Popi tak lagi
menanggapi, Cape deh!
***
Hari ini Popi
pulang lebih cepat. Sampai dirumah ia ingin berleha-leha dulu dengan nonton.
Tapi, baru saja ia memegang remote adiknya langsung merampas.
“Caca! Gak sopan
ah! Kakak baru mau nonton!” kata Popi marah.
“Kakak cuci piring
dulu” jawab Caca, meski baru berumur 7 tahun. Dalam pikiran Popi, adiknya ini
makin cerdas. Tau aja cara menyingkirkan kakaknya, Huh! Tapi, kali ini Popi gak
mau kalah. Ia rebut lagi remot tipi itu. Sambil mengejek Caca. “Anak kecil gak
boleh nonton. Nanti otaknya rusak.”
Caca tak mau
kalah. Ia pun memasang jurus jitu mengusir kakaknya dari depan tipi. “Ehm, ehm,
(ceritanya lagi persiapkan tenggorokan dulu, kemudian…) MAMAAAAAAA,,, KAKAKKK
NDAK MAU CUCII PIRIIIIING” Suara Cici membuat Popi benar-benar terkejut. Suara
adiknya tidak hanya memenuhi ruangan, tapi sampai kekampung sebelah! Waduh!
Mata Popi melotot
membuat Caca takut. Tapi, sebelum Popi memukul Caca, suara mama keburu keluar
dari dapur. “Popiiii,,,” huftt… tak terelakkan lagi, Popi pun beranjak
kebelakang. Caca yang merasa memenangkan pertarungan berlonjak kegirangan.
Diputarnya ke chanel yang tak biasa ia tonton. Serial drama Korea. Gubrak!
Popi hanya
terkejut-kejut saat membereskan dapur mendengar tawa Caca dan mama. Yah, mama
ikutan pula! Tapi, suara mama dan Caca membuatnya penasaran, cepat-cepat ia
membereskan pekerjaannya. Setelah itu…
Popi ikutan
nimbrung menonton film Korea. gak apa-apa lah. Penasaran aja kenapa orang-orang
malah suka film ini, bisik hati Popi.
***
Popi mulai
tertarik dengan fenomena ini. Secara, di Indonesia yang tontonannya yang tidak
bisa diharapkan nilai mendidiknya, untuk menghibur saja masih nol, yah nol koma
sekian lah (karena masih ada juga yang mengusung nilai pendidikan). Cerita,
alur mudah ditebak, kalau nonton yang sinetron aja, yang jahat, kebangetan
jahatnya. Kalau yang baik, kebangetan juga baiknya (atau hamper-hampir tolol?).
Serius, karena ketololan tokoh protagonis ini yang membuat rating sinetron itu
bagus.
Atau, ketika
melihat film Indonesia selain sinetron (film sekali habis, atau film teenlit
atau apalah). Isinya cinto tapai! Ih, gemes! Atau lagi, nonton film bersambung
yang tokoh-tokohnya bisa terbang, pakai baju ala kerajaan antah berantah, yang
judulnya versi 2012. Gubrak lagi deh!
Apa bisa dikatakan
wajar, Selera konsumen per-filem-an menatap ke Korea? yang butuh nuansa bening
(hah? Kayak lagu Vidi Aldiano). Wiih, kalau liat tokoh-tokoh korea tuh ya,
emang pada bening-bening! Wajahnya dikasi sempurna. Udah putih, tingginya pas,
hidung, dagu, mata, wedeuuuu,,, gak heran Lusi dan Neni segitu hebohnya.
Selesai menonton
film korea, adik Popi tampak tak puas, karena ceritanya masih menggantung.
Filem Cina yang tokohnya jelek-jelek sama sekali tak menarik hati Caca. Ia
malah berlari keluar, bermain dengan teman-temannya.
“Cacaaaa,,, mandi
duluuuu…”teriak mama kencang.
***
Film isi ulang
(suara= terjemahan) makin marak. Caca makin heboh, terlebih-lebih dua
sahabatnya Lusi dan Neni plus Mamah. Wadau, tapi sepertinya Popi juga terkena
virusnya korea. Buktinya, Popi kini tertarik mencari informasi tentang
artis-artis ternama Korea. Menyaksikan gosip-gosip, berita hingga keseharian
mereka. Mulai dari majalah, televisi, hingga men-search sendiri di mbah
Gugel.
Ya Allah, cing, ternyata ngeri banget! Gak jauh-jauh dari gaya
hidup bebas ala barat! Ya iya lah, lha mereka gak punya standar benar dan salah
yang jelas. Aduh, yang gini nih tontonan anak Indonesia? Yang cowok dan cewek
bergaul sesukanya. Cupika-cupiki hingga kiss (iiih) udah budayanya. Perempuan hidup dirumah
laki-laki biasa aja. Padahal gak mahram… MBA udah biasa, malah didukung oleh
keluarga besar… Aaargh! ngeliat ini Popi jadi galau. Tambah galau karena adik
kesayangannya juga konsumen tontonan haram. Ini gak bisa dibiarkan! Pikir Popi dalam hati.
***
“Mul Gwishin?”
“Ya, tau gak? Dia
cewek keren. Cantik dan menarik. Sebagai pecinta korea masak gak kenal dengan
Mul Gwishin? Meski berita tentangnya gak sampai ke Indonesia, tapi cerita
hidupnya cukup heboh lho! Ada juga kok posternya di tabloid XXX”.
“Gak, certain
donk!” Pinta Caca dan Lusi berbarengan. Popi pun siap bercerita, Caca, Neni dan
Lusi pun bersiap mendengar cerita Popi.
“Mul Gwishin,
lahir sebagai anak haram yang ditinggalkan orang tuanya. Ia besar dalam
kesulitan. Selalu disiksa oleh nenek tempat ia menumpang. Singkat cerita ia
tumbuh sebagai gadis yang punya talenta yang bagus menyanyi dan menari. Tetapi,
ia punya wajah yang tidak mendukungnya untuk menjadi orang yang terkenal. Ia
memutuskan untuk operasi plastic, dengan melakukan peminjaman ke bank dengan
jaminan harta nenek tempatnya meninggal. Ia mencuri beberapa surat menyurat
nenek dan memalsukannya. Ia melakukan apapun untuk meraih impiannya, menjadi
orang yang terkenal dan kaya.” Ditengah cerita Popi berhenti sejenak.
Memperhatikan adik, dan teman-temannya yang masih serius mendengar.
”Tapi, menjadi
artis di korea tidaklah mudah. Harus ada perjuangan. Berlatih vocal,
koreografi, hingga mempercantik diri. Perjuangan keras ia lalui. Ditengah perjuangannya,
nenek Shin, nenek tempat dia tinggal sadar. Bahwa hartanya telah digadaikan
oleh gadis itu. Nenek Shin marah. Dia mengumumkan kecurangan Mul Gwishin pada media. Padahal saat itu nama
Gwishin mulai dikenal orang banyak.”
“Iii, kasihan”
wajah Caca pucat, Caca mengakui, mendengar cerita dari kakaknya lebih
menyenangkan dari pada nonton langsung.
“Ssst” Neni
menyuruh anak kecil itu diam. Popi melanjutkan.
“Gwishin semakin
stres dengan cobaan yang menimpanya. Pria-pria kaya yang menjadi targetnya malah
menjauh. Operasi plastik yang ia jalani belum sepenuhnya selesai. Harus ada
proses yang dijalani. Sedangkan manajemen tempatnya latihan vocal dan
koreografi selama ini memutuskan hubungan kerja dengannya. Hutangnya menumpuk.
Dan akhirnya…” Popi diam sejenak. Kembali memperhatikan wajah-wajah
dihadapannya.
“Gadis itu bunuh
diri!” Caca terkejut. “Ia terjun ke laut
dan tak ada yang menemukannya. Ia merasa nantinya ia akan kembali
ber-rengkarnasi. Ia akan hidup sebagai orang baru di dunia, karena kesialan
hidupnya kini”
“Lho, kok bisa
gitu Ca? Mana ada orang hidup ke dunia setelah mati?” Tanya Lusi
“Ya, itulah
kepercayaan mereka, Ci. Lebih dari 50 persen orang korea gak percaya Tuhan. Gak
enak hidup, langsung bunuh diri. Pas Popi search ke mbah gugel, ternyata
tingkat bunuh diri orang korea cukup tinggi, gak jauh beda dengan orang Jepang
lho!”
“Emangnya mereka
pikir, mati itu enak apa?” Kali ini Caca bersuara. “Emangnya manusia itu barang
daur ulang? Pake hidup setelah mati…”
Popi cukup
terkejut mendengar pernyataan adiknya. Waw, makin pinter adikku. Bisiknya dalam hati.
“Ya, kita juga
harus menghargai kepercayaan mereka donk. Mereka udah percaya turun menurun
kaya gitu mau gimana? Kita kan sudah punya kepercayaan yang benar”
“Justru itulah
bahayanya, Nen. Kita sudah mengimani Islam, masak mau aja nerima hal-hal yang
bertentangan dengan Islam… Gak banget donk! Bisa-bisa menjurus sebagai orang
kafir lho, mau?”
“Kan gak semua,
Pop.” Lusi gak terima pernyataan Popi.
“Artis Korea yang
operasi plastik udah rahasia umum kali! Lusi taukan Islam melarang hal itu, gak
usah….” Belum selesai Popi berbicara, Lusi memotong. “Yang penting Jang Geun
Suk nggak” Sepertinya Lusi mulai kesal.
“Siapa bilang? Dia
juga gak terlepas dari operasi plastik loh”
“Eh, gak boleh
ngegosipin orang Pop! Gibah tu dosa.” Kata Lusi lagi. Udah salah, pake dalil
lagi. Pikir Popi dalam hati.
Tapi, kemudian
Lusi membaringkan tubuhnya, menandakan tak mau lagi bicara. Dalam hati Popi ada
rasa tidak enak, tapi untuk kebenaran mengapa tidak?
“Terus, Caca gak
boleh nonton lagi nih?” Tanya Caca polos. Popi mengacak-acak rambut adiknya,
seraya tersenyum. “Cukuplah, Rasulullah sebagai idola kita dek, dari para
sahabat serta sahabiyah, darinyalah kita bisa banyak belajar”.
Neni tampak diam.
Gak tau deh, apa dia nerima atau tidak.
Mungkin angin
malam tersenyum untuk Popi. Langkah yang
bagus untuk menyadarkan betapa berbahayanya budaya asing jika tidak melalui
penyaringan yang ketat. Entah itu dari barat maupun timur. Ah, memang seharusnya ada kontrol dari
pemerintahan kita. Apa sih kerjaan komisi penyiaran Indonesia sedangkan masih
banyak tayangan tak patut dipertontonkan. Siaran berbau pornografi juga sangat
mudah dikonsumsi anak sekecil Caca. Yang jelas, akan lebih terjaga akidah dan
akhlak anak muda Indonesia jika pemerintahnya mau serius menjaga akidah
rakyatnya. Kapaan,ya?
***
Mul Gwishin =
Salah satu hantu ala korea.