Minggu, 17 Maret 2013

Curhatan ala dawat #2


Mata dawat basah. Bukan karena habis mandi hujan. Tetapi karena baru di sambar gledek. (harusnya angus donk?) Pacarnya, Dose tidak lagi pernah menghubunginya sejak ia menyakatan ingin putus dengannya.  Dose…Dose… Where are you? Tanya hati dawat

Mata dawat semakin berkuah-kuah setelah tiga hari belum juga di hubungi oleh Dose. Belum genap satu minggu kehancuran hubungannya dengan Dose. Dawat merasa belum siap seratus persen tetapi kenapa Dose seolah tidak ada beban begitu? Apakah karena ia memang tidak lagi memiliki perasaan terhadap dawat?

Hati dawat semakin cetar cetir membahana terpampang nyata diwajahnya membuat Lia, karib terdekatnya sebel. Ia sudah tau jelas masalah yang menimpa sahabatnya yang satu ini. Merindukan suasana pacaran. Dan dawat belum ikhlas seratus persen untuk meninggalkan sang kekasih untuk selama-lamanya (emang mati?)

Lia memutar otak untuk menyelesaikan polemik yang menimpa dawat. Berbagai cara ia tempuh. Mulai membawa sahabatnya rekreasi ke kebun binatang, kebun tumbuhan sampe kebun pak ErTe. Tetapi belum juga menyelesaikan masalah yang timbul di wajah dawat. Dengan keputusan berat, akhirnya Lia membawa Dawat ke psikiater yang bermukim tidak jauh dari tempat duduk dawat. Tepat berada tiga bangku di belakang bangku dawat.

“Ada masalah apa yang bisa saya bantu?” Tanya Vhe yang ngakunya sebagai psikiater Profeisonal di kelas X1.
“Teman saya baru putus dari pacarnya dan perlu solusi untuk selesai dari masalah ini.” Jawab Lia.
“Hm, ini masalah berat. Perlu penanganan khusus.” Vhe tampak begitu serius.
“Berapapun akan saya bayar. Tenang aja. Apa saja akan saya berikan”
“Bayaran saya nanti es krim vanilla, oke?” Tanya Vhe meminta kesepakatan, Lia mengangguk setuju.
Vhe kemudian mengeluarkan beberapa peralatan perawatan pasien. Sebuah senter berwarna perak cukup besar dengan dua batrai yang juga besar-besar. Pemeriksa denyut nadi. Sebuah pena dan buku catatan. Vhe memulai aksinya. Ia memeriksa bagian mata pasien dengan senter. Dawat protes.
“Silau eui! Senter sebesar gajah gitu di sorot ke mata ku? Becanda aja nih orang.” Kata dawat sebel. Tetapi Vhe tampak tenang saja. Ia melanjutkan aksinya dengan memasang alat pengukur denyut nadi ke lengan dawat. Awalnya dawat diam saja. Namun, setelah sepuluh menit kemudian dawat protes.
“Lho, kok gak kerasa padet ditangan sih? Jangan-jangan rusak ya?”
“Emang” jawab Vhe enteng.  Dawat emang tambah sebel. Ke-sebel-an nya udah sampai pada puncak ubun-ubun.
“Oke, saya sudah dapatkan kesimpulan” Vhe tampak sibuk menulis kemudian memberikan kertas yang ia tulis tadi kepada Lia. “Nanti anda ikuti petunjuk dari saya, insyaallah dalam satu minggu penyakit teman anda akan hilang”.
Lia dengan senang hati menerima surat resep itu. Syukur tulisannya masih bisa dibaca, tidak seperti tulisan dokter. “Baiklah kita akan mulai” Lia mengangkat tangannya dengan semangat.
Dawat merebut catatan dari Vhe dari tangan Lia. Berikut catatan dari Vhe yang ia baca :
1.       Apakah keputusan untuk putus sudah tepat? Jika belum yakin, coba jalan-jalan ke tempat yang pernah kamu kunjungi berdua. Jika kamu masih merindukannya, berarti kamu masih butuh dia.
2.       Apakah keputusan untuk putus sudah tepat? Jika belum yakin, coba lihat lagi barang-barang pemberiannya. Jika kamu kembali teringat padanya, berarti kamu masih sayang dia.
3.       Apakah keputusan untuk putus sudah tepat? Jika belum yakin, coba ingat-ingat lagi kebaikan yang pernah ia berikan pada kamu. Perhatian dan waktu khusus yang ia berikan padamu. Jika kamu teringat segala kebaikan, perhatian darinya, itu artinya keputusan yang kamu ambil ini salah total. 
4.       Kamu kesal karena setelah kamu putuskan dia tidak respon? Itu artinya dia marah besar pada keputusanmu. Apakah kamu tega, setelah dia memberikan saat-saat terbaik untukmu tetapi kamu sia-siakan? Coba pikirkan baik-baik. Putus dari dia bukanlah keputusan yang tepat.
Tertanda psikiater cinta; Vhe! :D
Dawat protes. Kok jadi begitu obatnya sih? Dawat makin bingung. Lia meraih kertas tersebut dari tangan  dawat.
“Kita coba dulu, mana tau berhasil” kata Lia dengan penuh semangat.
Bagaimana kelanjutan kisah dawat? Apakah solusi tersebut bisa menyelesaikan masalah dawat? Bagi sahabat-sahabat dawat yang belum mantab menentukan pilihan, tunggu curhatan ala dawat #3 ya..

Tidak ada komentar: