Senin, 11 Maret 2013

Hantu Korea


”Kya…!” Lagi-lagi Lusi berteriak histeris.” Kau punya poster Jang Geun Suk? Dari mana kau dapat?”
“Dari tabloid xxx ini, tiap edisi ada poster artis koreanya! Keren kan? Dapat poster yang gedenya lagi! ” Jawab Neni tak kalah heboh.
”Wa,,, curang kau tak ajak-ajak aku. Kau beli di mana? Aku mau juga, nanti aku tempel di kamar”.
“Ada di emperan seberang tu, kayaknya udah abis deh, diserbu ama anak SMA.  Sori, Ci. Bukan maksudku melupakan dirimu, tetapi apalah daya, diriku saja semalam harus berjuang mendapatkan poster ini melawan anak SMP 1.”
“Tapi, aku mau Jang Geun Suk…” Rengek Lusi lagi sambil mencium poster di tangannya.
“Jangan kuat-kuat ntar rusak posternya”
Popi yang baru melihat pemandangan itu tidak lagi terkejut. Sudah biasa ia melihat teman-temannya yang histeris tidak jelas. Padahal yang dipuja-puja orangnya nun jauh disana. Eh, malah yang disini kecentilannya minta ampun.
“Otak-otak lu konslet ya? Realistis dikit lah!” kata Popi sedikit kesal. Hampir tiap hari saat istirahat dan mengumpul dengan teman-temannya, topiknya tidak jauh-jauh dari film dan boy bandnya Korea.
“Kenapa? Popi iri? Liat aku punya poster besar Jang Geun Suk?” kata Neni menggoda, padahal ia tahu selera temannya yang satu ini. Bagi Neni level Popi masih jauh dibawahnya. Habis gak punya . Di hati Neni, Korea numero uno!
“Kau sih gak pernah nonton filmnya! Coba aja liat di tipi atu-atu* yang sore sekaliii aja, nonton ampe abis. Dari sana, kau bakalan kesengsem dengan filmnya! Geun Suk paling keren deh!” kata Luci sambil mengacungkan jempolnya. Popi tak lagi menanggapi, Cape deh!
***
Hari ini Popi pulang lebih cepat. Sampai dirumah ia ingin berleha-leha dulu dengan nonton. Tapi, baru saja ia memegang remote adiknya langsung merampas.
“Caca! Gak sopan ah! Kakak baru mau nonton!” kata Popi marah.
“Kakak cuci piring dulu” jawab Caca, meski baru berumur 7 tahun. Dalam pikiran Popi, adiknya ini makin cerdas. Tau aja cara menyingkirkan kakaknya, Huh! Tapi, kali ini Popi gak mau kalah. Ia rebut lagi remot tipi itu. Sambil mengejek Caca. “Anak kecil gak boleh nonton. Nanti otaknya rusak.”
Caca tak mau kalah. Ia pun memasang jurus jitu mengusir kakaknya dari depan tipi. “Ehm, ehm, (ceritanya lagi persiapkan tenggorokan dulu, kemudian…) MAMAAAAAAA,,, KAKAKKK NDAK MAU CUCII PIRIIIIING” Suara Cici membuat Popi benar-benar terkejut. Suara adiknya tidak hanya memenuhi ruangan, tapi sampai kekampung sebelah! Waduh!
Mata Popi melotot membuat Caca takut. Tapi, sebelum Popi memukul Caca, suara mama keburu keluar dari dapur. “Popiiii,,,” huftt… tak terelakkan lagi, Popi pun beranjak kebelakang. Caca yang merasa memenangkan pertarungan berlonjak kegirangan. Diputarnya ke chanel yang tak biasa ia tonton. Serial drama Korea. Gubrak!
Popi hanya terkejut-kejut saat membereskan dapur mendengar tawa Caca dan mama. Yah, mama ikutan pula! Tapi, suara mama dan Caca membuatnya penasaran, cepat-cepat ia membereskan pekerjaannya. Setelah itu…
Popi ikutan nimbrung menonton film Korea. gak apa-apa lah. Penasaran aja kenapa orang-orang malah suka film ini, bisik hati Popi.
***
Popi mulai tertarik dengan fenomena ini. Secara, di Indonesia yang tontonannya yang tidak bisa diharapkan nilai mendidiknya, untuk menghibur saja masih nol, yah nol koma sekian lah (karena masih ada juga yang mengusung nilai pendidikan). Cerita, alur mudah ditebak, kalau nonton yang sinetron aja, yang jahat, kebangetan jahatnya. Kalau yang baik, kebangetan juga baiknya (atau hamper-hampir tolol?). Serius, karena ketololan tokoh protagonis ini yang membuat rating sinetron itu bagus.
Atau, ketika melihat film Indonesia selain sinetron (film sekali habis, atau film teenlit atau apalah). Isinya cinto tapai! Ih, gemes! Atau lagi, nonton film bersambung yang tokoh-tokohnya bisa terbang, pakai baju ala kerajaan antah berantah, yang judulnya versi 2012. Gubrak lagi deh!
Apa bisa dikatakan wajar, Selera konsumen per-filem-an menatap ke Korea? yang butuh nuansa bening (hah? Kayak lagu Vidi Aldiano). Wiih, kalau liat tokoh-tokoh korea tuh ya, emang pada bening-bening! Wajahnya dikasi sempurna. Udah putih, tingginya pas, hidung, dagu, mata, wedeuuuu,,, gak heran Lusi dan Neni segitu hebohnya.
Selesai menonton film korea, adik Popi tampak tak puas, karena ceritanya masih menggantung. Filem Cina yang tokohnya jelek-jelek sama sekali tak menarik hati Caca. Ia malah berlari keluar, bermain dengan teman-temannya.
“Cacaaaa,,, mandi duluuuu…”teriak mama kencang.
***
Film isi ulang (suara= terjemahan) makin marak. Caca makin heboh, terlebih-lebih dua sahabatnya Lusi dan Neni plus Mamah. Wadau, tapi sepertinya Popi juga terkena virusnya korea. Buktinya, Popi kini tertarik mencari informasi tentang artis-artis ternama Korea. Menyaksikan gosip-gosip, berita hingga keseharian mereka. Mulai dari majalah, televisi, hingga men-search sendiri di mbah Gugel.
Ya Allah, cing, ternyata ngeri banget! Gak jauh-jauh dari gaya hidup bebas ala barat! Ya iya lah, lha mereka gak punya standar benar dan salah yang jelas. Aduh, yang gini nih tontonan anak Indonesia? Yang cowok dan cewek bergaul sesukanya. Cupika-cupiki hingga kiss (iiih) udah budayanya. Perempuan hidup dirumah laki-laki biasa aja. Padahal gak mahram… MBA udah biasa, malah didukung oleh keluarga besar… Aaargh! ngeliat ini Popi jadi galau. Tambah galau karena adik kesayangannya juga konsumen tontonan haram. Ini gak bisa dibiarkan! Pikir Popi dalam hati.

***
“Mul Gwishin?”
“Ya, tau gak? Dia cewek keren. Cantik dan menarik. Sebagai pecinta korea masak gak kenal dengan Mul Gwishin? Meski berita tentangnya gak sampai ke Indonesia, tapi cerita hidupnya cukup heboh lho! Ada juga kok posternya di tabloid XXX”.
“Gak, certain donk!” Pinta Caca dan Lusi berbarengan. Popi pun siap bercerita, Caca, Neni dan Lusi pun bersiap mendengar cerita Popi.
“Mul Gwishin, lahir sebagai anak haram yang ditinggalkan orang tuanya. Ia besar dalam kesulitan. Selalu disiksa oleh nenek tempat ia menumpang. Singkat cerita ia tumbuh sebagai gadis yang punya talenta yang bagus menyanyi dan menari. Tetapi, ia punya wajah yang tidak mendukungnya untuk menjadi orang yang terkenal. Ia memutuskan untuk operasi plastic, dengan melakukan peminjaman ke bank dengan jaminan harta nenek tempatnya meninggal. Ia mencuri beberapa surat menyurat nenek dan memalsukannya. Ia melakukan apapun untuk meraih impiannya, menjadi orang yang terkenal dan kaya.” Ditengah cerita Popi berhenti sejenak. Memperhatikan adik, dan teman-temannya yang masih serius mendengar.
”Tapi, menjadi artis di korea tidaklah mudah. Harus ada perjuangan. Berlatih vocal, koreografi, hingga mempercantik diri. Perjuangan keras ia lalui. Ditengah perjuangannya, nenek Shin, nenek tempat dia tinggal sadar. Bahwa hartanya telah digadaikan oleh gadis itu. Nenek Shin marah. Dia mengumumkan kecurangan  Mul Gwishin pada media. Padahal saat itu nama Gwishin mulai dikenal orang banyak.”
“Iii, kasihan” wajah Caca pucat, Caca mengakui, mendengar cerita dari kakaknya lebih menyenangkan dari pada nonton langsung.
“Ssst” Neni menyuruh anak kecil itu diam. Popi melanjutkan.
“Gwishin semakin stres dengan cobaan yang menimpanya. Pria-pria kaya yang menjadi targetnya malah menjauh. Operasi plastik yang ia jalani belum sepenuhnya selesai. Harus ada proses yang dijalani. Sedangkan manajemen tempatnya latihan vocal dan koreografi selama ini memutuskan hubungan kerja dengannya. Hutangnya menumpuk. Dan akhirnya…” Popi diam sejenak. Kembali memperhatikan wajah-wajah dihadapannya.
“Gadis itu bunuh diri!” Caca terkejut. “Ia terjun  ke laut dan tak ada yang menemukannya. Ia merasa nantinya ia akan kembali ber-rengkarnasi. Ia akan hidup sebagai orang baru di dunia, karena kesialan hidupnya kini”
“Lho, kok bisa gitu Ca? Mana ada orang hidup ke dunia setelah mati?” Tanya Lusi
“Ya, itulah kepercayaan mereka, Ci. Lebih dari 50 persen orang korea gak percaya Tuhan. Gak enak hidup, langsung bunuh diri. Pas Popi search ke mbah gugel, ternyata tingkat bunuh diri orang korea cukup tinggi, gak jauh beda dengan orang Jepang lho!”
“Emangnya mereka pikir, mati itu enak apa?” Kali ini Caca bersuara. “Emangnya manusia itu barang daur ulang? Pake hidup setelah mati…”
Popi cukup terkejut mendengar pernyataan adiknya. Waw, makin pinter adikku. Bisiknya dalam hati.
“Ya, kita juga harus menghargai kepercayaan mereka donk. Mereka udah percaya turun menurun kaya gitu mau gimana? Kita kan sudah punya kepercayaan yang benar”
“Justru itulah bahayanya, Nen. Kita sudah mengimani Islam, masak mau aja nerima hal-hal yang bertentangan dengan Islam… Gak banget donk! Bisa-bisa menjurus sebagai orang kafir lho, mau?”
“Kan gak semua, Pop.” Lusi gak terima pernyataan Popi.
“Artis Korea yang operasi plastik udah rahasia umum kali! Lusi taukan Islam melarang hal itu, gak usah….” Belum selesai Popi berbicara, Lusi memotong. “Yang penting Jang Geun Suk nggak” Sepertinya Lusi mulai kesal.
“Siapa bilang? Dia juga gak terlepas dari operasi plastik loh”
“Eh, gak boleh ngegosipin orang Pop! Gibah tu dosa.” Kata Lusi lagi. Udah salah, pake dalil lagi. Pikir Popi dalam hati.
Tapi, kemudian Lusi membaringkan tubuhnya, menandakan tak mau lagi bicara. Dalam hati Popi ada rasa tidak enak, tapi untuk kebenaran mengapa tidak?
“Terus, Caca gak boleh nonton lagi nih?” Tanya Caca polos. Popi mengacak-acak rambut adiknya, seraya tersenyum. “Cukuplah, Rasulullah sebagai idola kita dek, dari para sahabat serta sahabiyah, darinyalah kita bisa banyak belajar”.
Neni tampak diam. Gak tau deh, apa dia nerima atau tidak.
Mungkin angin malam tersenyum untuk Popi. Langkah  yang bagus untuk menyadarkan betapa berbahayanya budaya asing jika tidak melalui penyaringan yang ketat. Entah itu dari barat maupun timur.  Ah, memang seharusnya ada kontrol dari pemerintahan kita. Apa sih kerjaan komisi penyiaran Indonesia sedangkan masih banyak tayangan tak patut dipertontonkan. Siaran berbau pornografi juga sangat mudah dikonsumsi anak sekecil Caca. Yang jelas, akan lebih terjaga akidah dan akhlak anak muda Indonesia jika pemerintahnya mau serius menjaga akidah rakyatnya. Kapaan,ya?
***
Mul Gwishin = Salah satu hantu ala korea.




Tidak ada komentar: