Minggu, 17 Maret 2013

Curhatan ala dawat #2


Mata dawat basah. Bukan karena habis mandi hujan. Tetapi karena baru di sambar gledek. (harusnya angus donk?) Pacarnya, Dose tidak lagi pernah menghubunginya sejak ia menyakatan ingin putus dengannya.  Dose…Dose… Where are you? Tanya hati dawat

Mata dawat semakin berkuah-kuah setelah tiga hari belum juga di hubungi oleh Dose. Belum genap satu minggu kehancuran hubungannya dengan Dose. Dawat merasa belum siap seratus persen tetapi kenapa Dose seolah tidak ada beban begitu? Apakah karena ia memang tidak lagi memiliki perasaan terhadap dawat?

Hati dawat semakin cetar cetir membahana terpampang nyata diwajahnya membuat Lia, karib terdekatnya sebel. Ia sudah tau jelas masalah yang menimpa sahabatnya yang satu ini. Merindukan suasana pacaran. Dan dawat belum ikhlas seratus persen untuk meninggalkan sang kekasih untuk selama-lamanya (emang mati?)

Lia memutar otak untuk menyelesaikan polemik yang menimpa dawat. Berbagai cara ia tempuh. Mulai membawa sahabatnya rekreasi ke kebun binatang, kebun tumbuhan sampe kebun pak ErTe. Tetapi belum juga menyelesaikan masalah yang timbul di wajah dawat. Dengan keputusan berat, akhirnya Lia membawa Dawat ke psikiater yang bermukim tidak jauh dari tempat duduk dawat. Tepat berada tiga bangku di belakang bangku dawat.

“Ada masalah apa yang bisa saya bantu?” Tanya Vhe yang ngakunya sebagai psikiater Profeisonal di kelas X1.
“Teman saya baru putus dari pacarnya dan perlu solusi untuk selesai dari masalah ini.” Jawab Lia.
“Hm, ini masalah berat. Perlu penanganan khusus.” Vhe tampak begitu serius.
“Berapapun akan saya bayar. Tenang aja. Apa saja akan saya berikan”
“Bayaran saya nanti es krim vanilla, oke?” Tanya Vhe meminta kesepakatan, Lia mengangguk setuju.
Vhe kemudian mengeluarkan beberapa peralatan perawatan pasien. Sebuah senter berwarna perak cukup besar dengan dua batrai yang juga besar-besar. Pemeriksa denyut nadi. Sebuah pena dan buku catatan. Vhe memulai aksinya. Ia memeriksa bagian mata pasien dengan senter. Dawat protes.
“Silau eui! Senter sebesar gajah gitu di sorot ke mata ku? Becanda aja nih orang.” Kata dawat sebel. Tetapi Vhe tampak tenang saja. Ia melanjutkan aksinya dengan memasang alat pengukur denyut nadi ke lengan dawat. Awalnya dawat diam saja. Namun, setelah sepuluh menit kemudian dawat protes.
“Lho, kok gak kerasa padet ditangan sih? Jangan-jangan rusak ya?”
“Emang” jawab Vhe enteng.  Dawat emang tambah sebel. Ke-sebel-an nya udah sampai pada puncak ubun-ubun.
“Oke, saya sudah dapatkan kesimpulan” Vhe tampak sibuk menulis kemudian memberikan kertas yang ia tulis tadi kepada Lia. “Nanti anda ikuti petunjuk dari saya, insyaallah dalam satu minggu penyakit teman anda akan hilang”.
Lia dengan senang hati menerima surat resep itu. Syukur tulisannya masih bisa dibaca, tidak seperti tulisan dokter. “Baiklah kita akan mulai” Lia mengangkat tangannya dengan semangat.
Dawat merebut catatan dari Vhe dari tangan Lia. Berikut catatan dari Vhe yang ia baca :
1.       Apakah keputusan untuk putus sudah tepat? Jika belum yakin, coba jalan-jalan ke tempat yang pernah kamu kunjungi berdua. Jika kamu masih merindukannya, berarti kamu masih butuh dia.
2.       Apakah keputusan untuk putus sudah tepat? Jika belum yakin, coba lihat lagi barang-barang pemberiannya. Jika kamu kembali teringat padanya, berarti kamu masih sayang dia.
3.       Apakah keputusan untuk putus sudah tepat? Jika belum yakin, coba ingat-ingat lagi kebaikan yang pernah ia berikan pada kamu. Perhatian dan waktu khusus yang ia berikan padamu. Jika kamu teringat segala kebaikan, perhatian darinya, itu artinya keputusan yang kamu ambil ini salah total. 
4.       Kamu kesal karena setelah kamu putuskan dia tidak respon? Itu artinya dia marah besar pada keputusanmu. Apakah kamu tega, setelah dia memberikan saat-saat terbaik untukmu tetapi kamu sia-siakan? Coba pikirkan baik-baik. Putus dari dia bukanlah keputusan yang tepat.
Tertanda psikiater cinta; Vhe! :D
Dawat protes. Kok jadi begitu obatnya sih? Dawat makin bingung. Lia meraih kertas tersebut dari tangan  dawat.
“Kita coba dulu, mana tau berhasil” kata Lia dengan penuh semangat.
Bagaimana kelanjutan kisah dawat? Apakah solusi tersebut bisa menyelesaikan masalah dawat? Bagi sahabat-sahabat dawat yang belum mantab menentukan pilihan, tunggu curhatan ala dawat #3 ya..

Senin, 11 Maret 2013

Hantu Korea


”Kya…!” Lagi-lagi Lusi berteriak histeris.” Kau punya poster Jang Geun Suk? Dari mana kau dapat?”
“Dari tabloid xxx ini, tiap edisi ada poster artis koreanya! Keren kan? Dapat poster yang gedenya lagi! ” Jawab Neni tak kalah heboh.
”Wa,,, curang kau tak ajak-ajak aku. Kau beli di mana? Aku mau juga, nanti aku tempel di kamar”.
“Ada di emperan seberang tu, kayaknya udah abis deh, diserbu ama anak SMA.  Sori, Ci. Bukan maksudku melupakan dirimu, tetapi apalah daya, diriku saja semalam harus berjuang mendapatkan poster ini melawan anak SMP 1.”
“Tapi, aku mau Jang Geun Suk…” Rengek Lusi lagi sambil mencium poster di tangannya.
“Jangan kuat-kuat ntar rusak posternya”
Popi yang baru melihat pemandangan itu tidak lagi terkejut. Sudah biasa ia melihat teman-temannya yang histeris tidak jelas. Padahal yang dipuja-puja orangnya nun jauh disana. Eh, malah yang disini kecentilannya minta ampun.
“Otak-otak lu konslet ya? Realistis dikit lah!” kata Popi sedikit kesal. Hampir tiap hari saat istirahat dan mengumpul dengan teman-temannya, topiknya tidak jauh-jauh dari film dan boy bandnya Korea.
“Kenapa? Popi iri? Liat aku punya poster besar Jang Geun Suk?” kata Neni menggoda, padahal ia tahu selera temannya yang satu ini. Bagi Neni level Popi masih jauh dibawahnya. Habis gak punya . Di hati Neni, Korea numero uno!
“Kau sih gak pernah nonton filmnya! Coba aja liat di tipi atu-atu* yang sore sekaliii aja, nonton ampe abis. Dari sana, kau bakalan kesengsem dengan filmnya! Geun Suk paling keren deh!” kata Luci sambil mengacungkan jempolnya. Popi tak lagi menanggapi, Cape deh!
***
Hari ini Popi pulang lebih cepat. Sampai dirumah ia ingin berleha-leha dulu dengan nonton. Tapi, baru saja ia memegang remote adiknya langsung merampas.
“Caca! Gak sopan ah! Kakak baru mau nonton!” kata Popi marah.
“Kakak cuci piring dulu” jawab Caca, meski baru berumur 7 tahun. Dalam pikiran Popi, adiknya ini makin cerdas. Tau aja cara menyingkirkan kakaknya, Huh! Tapi, kali ini Popi gak mau kalah. Ia rebut lagi remot tipi itu. Sambil mengejek Caca. “Anak kecil gak boleh nonton. Nanti otaknya rusak.”
Caca tak mau kalah. Ia pun memasang jurus jitu mengusir kakaknya dari depan tipi. “Ehm, ehm, (ceritanya lagi persiapkan tenggorokan dulu, kemudian…) MAMAAAAAAA,,, KAKAKKK NDAK MAU CUCII PIRIIIIING” Suara Cici membuat Popi benar-benar terkejut. Suara adiknya tidak hanya memenuhi ruangan, tapi sampai kekampung sebelah! Waduh!
Mata Popi melotot membuat Caca takut. Tapi, sebelum Popi memukul Caca, suara mama keburu keluar dari dapur. “Popiiii,,,” huftt… tak terelakkan lagi, Popi pun beranjak kebelakang. Caca yang merasa memenangkan pertarungan berlonjak kegirangan. Diputarnya ke chanel yang tak biasa ia tonton. Serial drama Korea. Gubrak!
Popi hanya terkejut-kejut saat membereskan dapur mendengar tawa Caca dan mama. Yah, mama ikutan pula! Tapi, suara mama dan Caca membuatnya penasaran, cepat-cepat ia membereskan pekerjaannya. Setelah itu…
Popi ikutan nimbrung menonton film Korea. gak apa-apa lah. Penasaran aja kenapa orang-orang malah suka film ini, bisik hati Popi.
***
Popi mulai tertarik dengan fenomena ini. Secara, di Indonesia yang tontonannya yang tidak bisa diharapkan nilai mendidiknya, untuk menghibur saja masih nol, yah nol koma sekian lah (karena masih ada juga yang mengusung nilai pendidikan). Cerita, alur mudah ditebak, kalau nonton yang sinetron aja, yang jahat, kebangetan jahatnya. Kalau yang baik, kebangetan juga baiknya (atau hamper-hampir tolol?). Serius, karena ketololan tokoh protagonis ini yang membuat rating sinetron itu bagus.
Atau, ketika melihat film Indonesia selain sinetron (film sekali habis, atau film teenlit atau apalah). Isinya cinto tapai! Ih, gemes! Atau lagi, nonton film bersambung yang tokoh-tokohnya bisa terbang, pakai baju ala kerajaan antah berantah, yang judulnya versi 2012. Gubrak lagi deh!
Apa bisa dikatakan wajar, Selera konsumen per-filem-an menatap ke Korea? yang butuh nuansa bening (hah? Kayak lagu Vidi Aldiano). Wiih, kalau liat tokoh-tokoh korea tuh ya, emang pada bening-bening! Wajahnya dikasi sempurna. Udah putih, tingginya pas, hidung, dagu, mata, wedeuuuu,,, gak heran Lusi dan Neni segitu hebohnya.
Selesai menonton film korea, adik Popi tampak tak puas, karena ceritanya masih menggantung. Filem Cina yang tokohnya jelek-jelek sama sekali tak menarik hati Caca. Ia malah berlari keluar, bermain dengan teman-temannya.
“Cacaaaa,,, mandi duluuuu…”teriak mama kencang.
***
Film isi ulang (suara= terjemahan) makin marak. Caca makin heboh, terlebih-lebih dua sahabatnya Lusi dan Neni plus Mamah. Wadau, tapi sepertinya Popi juga terkena virusnya korea. Buktinya, Popi kini tertarik mencari informasi tentang artis-artis ternama Korea. Menyaksikan gosip-gosip, berita hingga keseharian mereka. Mulai dari majalah, televisi, hingga men-search sendiri di mbah Gugel.
Ya Allah, cing, ternyata ngeri banget! Gak jauh-jauh dari gaya hidup bebas ala barat! Ya iya lah, lha mereka gak punya standar benar dan salah yang jelas. Aduh, yang gini nih tontonan anak Indonesia? Yang cowok dan cewek bergaul sesukanya. Cupika-cupiki hingga kiss (iiih) udah budayanya. Perempuan hidup dirumah laki-laki biasa aja. Padahal gak mahram… MBA udah biasa, malah didukung oleh keluarga besar… Aaargh! ngeliat ini Popi jadi galau. Tambah galau karena adik kesayangannya juga konsumen tontonan haram. Ini gak bisa dibiarkan! Pikir Popi dalam hati.

***
“Mul Gwishin?”
“Ya, tau gak? Dia cewek keren. Cantik dan menarik. Sebagai pecinta korea masak gak kenal dengan Mul Gwishin? Meski berita tentangnya gak sampai ke Indonesia, tapi cerita hidupnya cukup heboh lho! Ada juga kok posternya di tabloid XXX”.
“Gak, certain donk!” Pinta Caca dan Lusi berbarengan. Popi pun siap bercerita, Caca, Neni dan Lusi pun bersiap mendengar cerita Popi.
“Mul Gwishin, lahir sebagai anak haram yang ditinggalkan orang tuanya. Ia besar dalam kesulitan. Selalu disiksa oleh nenek tempat ia menumpang. Singkat cerita ia tumbuh sebagai gadis yang punya talenta yang bagus menyanyi dan menari. Tetapi, ia punya wajah yang tidak mendukungnya untuk menjadi orang yang terkenal. Ia memutuskan untuk operasi plastic, dengan melakukan peminjaman ke bank dengan jaminan harta nenek tempatnya meninggal. Ia mencuri beberapa surat menyurat nenek dan memalsukannya. Ia melakukan apapun untuk meraih impiannya, menjadi orang yang terkenal dan kaya.” Ditengah cerita Popi berhenti sejenak. Memperhatikan adik, dan teman-temannya yang masih serius mendengar.
”Tapi, menjadi artis di korea tidaklah mudah. Harus ada perjuangan. Berlatih vocal, koreografi, hingga mempercantik diri. Perjuangan keras ia lalui. Ditengah perjuangannya, nenek Shin, nenek tempat dia tinggal sadar. Bahwa hartanya telah digadaikan oleh gadis itu. Nenek Shin marah. Dia mengumumkan kecurangan  Mul Gwishin pada media. Padahal saat itu nama Gwishin mulai dikenal orang banyak.”
“Iii, kasihan” wajah Caca pucat, Caca mengakui, mendengar cerita dari kakaknya lebih menyenangkan dari pada nonton langsung.
“Ssst” Neni menyuruh anak kecil itu diam. Popi melanjutkan.
“Gwishin semakin stres dengan cobaan yang menimpanya. Pria-pria kaya yang menjadi targetnya malah menjauh. Operasi plastik yang ia jalani belum sepenuhnya selesai. Harus ada proses yang dijalani. Sedangkan manajemen tempatnya latihan vocal dan koreografi selama ini memutuskan hubungan kerja dengannya. Hutangnya menumpuk. Dan akhirnya…” Popi diam sejenak. Kembali memperhatikan wajah-wajah dihadapannya.
“Gadis itu bunuh diri!” Caca terkejut. “Ia terjun  ke laut dan tak ada yang menemukannya. Ia merasa nantinya ia akan kembali ber-rengkarnasi. Ia akan hidup sebagai orang baru di dunia, karena kesialan hidupnya kini”
“Lho, kok bisa gitu Ca? Mana ada orang hidup ke dunia setelah mati?” Tanya Lusi
“Ya, itulah kepercayaan mereka, Ci. Lebih dari 50 persen orang korea gak percaya Tuhan. Gak enak hidup, langsung bunuh diri. Pas Popi search ke mbah gugel, ternyata tingkat bunuh diri orang korea cukup tinggi, gak jauh beda dengan orang Jepang lho!”
“Emangnya mereka pikir, mati itu enak apa?” Kali ini Caca bersuara. “Emangnya manusia itu barang daur ulang? Pake hidup setelah mati…”
Popi cukup terkejut mendengar pernyataan adiknya. Waw, makin pinter adikku. Bisiknya dalam hati.
“Ya, kita juga harus menghargai kepercayaan mereka donk. Mereka udah percaya turun menurun kaya gitu mau gimana? Kita kan sudah punya kepercayaan yang benar”
“Justru itulah bahayanya, Nen. Kita sudah mengimani Islam, masak mau aja nerima hal-hal yang bertentangan dengan Islam… Gak banget donk! Bisa-bisa menjurus sebagai orang kafir lho, mau?”
“Kan gak semua, Pop.” Lusi gak terima pernyataan Popi.
“Artis Korea yang operasi plastik udah rahasia umum kali! Lusi taukan Islam melarang hal itu, gak usah….” Belum selesai Popi berbicara, Lusi memotong. “Yang penting Jang Geun Suk nggak” Sepertinya Lusi mulai kesal.
“Siapa bilang? Dia juga gak terlepas dari operasi plastik loh”
“Eh, gak boleh ngegosipin orang Pop! Gibah tu dosa.” Kata Lusi lagi. Udah salah, pake dalil lagi. Pikir Popi dalam hati.
Tapi, kemudian Lusi membaringkan tubuhnya, menandakan tak mau lagi bicara. Dalam hati Popi ada rasa tidak enak, tapi untuk kebenaran mengapa tidak?
“Terus, Caca gak boleh nonton lagi nih?” Tanya Caca polos. Popi mengacak-acak rambut adiknya, seraya tersenyum. “Cukuplah, Rasulullah sebagai idola kita dek, dari para sahabat serta sahabiyah, darinyalah kita bisa banyak belajar”.
Neni tampak diam. Gak tau deh, apa dia nerima atau tidak.
Mungkin angin malam tersenyum untuk Popi. Langkah  yang bagus untuk menyadarkan betapa berbahayanya budaya asing jika tidak melalui penyaringan yang ketat. Entah itu dari barat maupun timur.  Ah, memang seharusnya ada kontrol dari pemerintahan kita. Apa sih kerjaan komisi penyiaran Indonesia sedangkan masih banyak tayangan tak patut dipertontonkan. Siaran berbau pornografi juga sangat mudah dikonsumsi anak sekecil Caca. Yang jelas, akan lebih terjaga akidah dan akhlak anak muda Indonesia jika pemerintahnya mau serius menjaga akidah rakyatnya. Kapaan,ya?
***
Mul Gwishin = Salah satu hantu ala korea.




Keputusan


“Kualitas sarjana jelas lebih baik dibandingkan dengan kami anak kampung yang putus sekolah”. kata Ntan setengah berteriak.
            Aku tetap berjalan tanpa memperdulikan perkataan Ntan. Setengah berlari ku tinggalkan pelabuhan Sri Datuk Laksmana yang mempertemukan aku dengan Ntan. Ku remas surat yang tadinya hendak aku berikan pada Ntan. Langkahku semakin berat untuk meninggalkan sosok yang dulu sangat mendukungku. Ntan, mengapa kau memilih jalan ini?
            ***
Apelah awak ni, aku bukan tak nak belajar di kota, masalahnye adik aku masih kecik-kecik. Tak mungkinlah aku tinggalkan ”. Ucapku tegas pada Ntan.
Tampaknya Ntan tak dapat memaksaku untuk melanjutkan sekolah. Sekali ini ia benar-benar putus asa. Aku sangat memahami keinginannya yang kuat melanjutkan kuliah di kota. Dan lebih paham diriku betapa keinginannya agar kami sukses bersama-sama. Tapi, sungguh aku tak bisa. Lebih baik aku bekarja mencari nafkah untuk adik-adik ku yang masih sekolah. Ini adalah keputusan akhir yang sudah tiga bulan belakangan aku pikirkan.
Ntan tidak meminum air yang telah ku buatkan untuknya. Tanpa pamit, ia beranjak meninggalkan rumahku. Dari balik jendela, ku lihat ia menyalami mak dan kemudian pergi meninggalkan halaman rumah. Maaf Ntan, harusnya kau paham keadaanku.
***
Rezeki itu dari Allah, dek. Kita tidak tahu apa yang akan menimpa kita nanti, hal itu berada diluar jangkauan manusia. Kita sadari, kan bahwa kita hanyalah makhluk yang lemah, terbatas dan membutuhkan sesuatu yang tidak terbatas, tidak lemah dan tidak membutuhkan yang lain”
Masih terkenang dikalbuku, Itensif pertamaku di kampus. Sungguh, rahasia Allah siapa yang tahu. Dulu sangat tergambar dibenakku, bagaimana aku harus mencari rezeki untuk keluarga. Entah kerja di ruko koko, atau bahkan harus menoreh getah seperti mak. Namun, ternyata Allah telah berkata lain. Allah menyuruh aku untuk menimba ilmu di Kota Bertuah ini agar nantinya aku bisa mengubah keadaan keluarga dan masyarakatku.
Sekali-kali aku berkirim pesan singkat untuk Ntan.  Bahwa di kota Pekanbaru ini, aku benar-benar mendapatkan pencerahan. Sangat berbeda  dengan di kampung. Sungguh aku berterimakasih padamu, Ntan. Kau telah memaksaku kuliah. Karena kau juga aku menerima penawaran Pak Kades untuk kuliah dikota.
Hari-hari yang ku lewati membuat aku semakin mengerti apa yang sedang dihadapi. Sungguh, dulu aku tidak menyadari fakta yang ku hadapi. Mengapa pendidikan begitu sulit? Tak hanya untuk aku dan Ntan, tapi juga bagi orang-orang yang sulit dalam hal keuangan macam kita.
***
“Ntan seperti ini bukan karena Ntan sedang sial. Bukan karena Allah membenci Ntan. Tapi, memang cobaan Allah. Bagaimana Ntan bisa menghadapinya. Apakah dengan cobaan itu Ntan jadi lupa pada Allah, ataukah dengan cobaan ini Ntan semakin dekat padaNya”.
“Ti, aku tahu itu.  Tapi, aku benar-benar sibuk. Kalau aku tidak profesional dalam pekerjaan ini, aku akan dipecat. Kau tahukan, aku butuh uang. Tak mungkin aku menunggu uang yang turun dari langit. Tak akan mungkin, Ti!. Aku juga bukanlah orang berpendidikan seperti dirimu. Aku tak punya gelar dan ijazah untuk bisa melamar kerja di kantor-kantor.” bantah Ntan keras.
“Tapi, Ntan pilihan hidupmu telah salah. Kau terlalu jauh melangkah. Kau tahu ini akan menjerumuskanmu pada perbuatan dosa. Ini bukan main-main, Ntan”.
“Aku bukan pelacur, Ti!” ucap Ntan marah. “Aku hanya melayani orang yang mau makan di sini.”
“Tapi, Ntan...”
“Aku masih sholat, Ti”. Ucap Ntan meyakinkanku
“Seharusnya jika kau masih sholat, kau tidak akan buka auratmu. Kau tidak akan berinteraksi dengan pria-pria kesepian itu. Sungguh, jika kau terus kerja disini, kau bisa merusak nama keluargamu. Ingat, Ntan kita orang melayu, pantang melanggar aturan agama!”.
“Aku bukan anak kecil yang bisa kau atur-atur, Ti!”. Ucap Ntan berlalu.
 Sudah sekian kalinya kami bertengkar, pertengkaran yang kesekian kalinya setelah ia memaksaku untuk kuliah. Air mataku bercucuran tak terbendung lagi. Menyesali keputusan Ntan. Bekal pendidikan di pesantren di kampung dulu sama sekali tidak membekas di benak Ntan.
***
Ntan, pendidikan bukanlah untuk mencari uang. Bukan untuk duduk di kursi goyang. Tidak! Memang, pikiran kita sebelumnya telah ter-mahfumakan sekolah untuk mencari uang. Kuliah untuk mengejar gelar, meraih pangkat dan pekerjaan. Karena itu telah ditanamkan dalam pikiran kita. Pendidikan hanya sekedar sebagai persinggahan wajib sebelum kerja. Yang akhirnya berpengaruh pada kualitas pendidikan itu sendiri. Kualitas pendidikan yang dihasilkan jauh dari harapan. Standar mereka hanyalah pada materi. Tidak peduli mereka peroleh dengan cara benar atau pun tidak.
Kau tahu tidak, Ntan, banyak yang seharusnya kau perbuat dikampung kita. Kau harus sadar, betapa besar sumber daya alam di kampung kita? Jangan kau berpikir seperti para sarjana hasil universitas matre yang pontang panting mencari lowongan kerja. Yang berusaha menjadi karyawan di PT ini dan itu. Dan jangan pula kau berpikir seperti para sarjana gampangan, yang akhirnya melakukan pekerja haram demi uang...
Ku baca sekali lagi surat yang hendak ku berikan pada Ntan. Besok aku akan berjumpa dengannya di pelabuhan Bengkalis. Sungguh aku berharap ia bisa berubah.
***
“Aku ada berita gembira!” Ucap Ntan padaku saat menyambutku di Pelabuhan Sri Datuk Leksmana. Dia tampak berbeda setelah dua tahun tak berjumpa. Berat badannya jelas tambah naik. Wajahnya disapu dengan make up sederhana. Pakaiannya menunjukkan penghidupannya telah baik.
“Ape?” kataku penuh tanya.
“Aku akan nikah dengan Datuk Ramli. Akhirnya dia mau menikahi aku”. Ucap Ntan bahagia.
“Kau memaksa untuk menikah dengannya?” tanyaku terkejut.
 “Alah, biaselah aku dah hamil. Cemane die nak mengelak”. Ujar Ntan biasa bahkan diiringi dengan tawa kecilnya. Perkataan Ntan membuat aku tersentak. Seperti jatuh dari ketinggian dan terhempas di bebatuan keras. Mengapa Ntan? Air mataku mengalir.
“Mengapa kau menangis? Kau tahukan, aku bukanlah orang berpendidikan, aku butuh uang. Wajar jika aku harus menggaet pria kaya....”
Perkataan Ntan tak lagi kudengar. Sungguh, kehidupan kampung kini tak jauh berbeda kerasnya dengan kehidupan kota. Pengaruh kebebasan bahkan telah merasuk hingga kampung halamanku. Semua demi materi dan materi.
.........
Diperlombakan pada tanggal 15 Maret 2012


Minggu, 10 Maret 2013

Curhatan ala dawat #1

(cerpen ini fiksi belaka, jika ada kesamaan tokoh dan tempat bisa jadi yang diceritakan adalah anda)

Kita mulai perkenalan dengan tokoh utamanya ya. Dia seorang siswi SMA yang lagi galau. Kita kasih aja nama pemudi ini, dawat (ups). Dikisahkan si Dawat ini telah membaca sebuah cerpen di facebook tentang haromnya pacaran. Dia nya gak mau terima. Semua yang diceritakan di cerpen tersebut berkisah sisi negative pacaran saja. Apalagi sampai MBA. Oh God! Jauh banget… wong kita (aktifis pacaran) Cuma smsan, telponan, kalaupun hangout juga bareng temen-temen laen. Rame-rame kok. Kita juga saling ngerti satu sama lain. Jadi, ceritanya si dawat gak terima banget (tersinggung sebagai aktifis pacaran).Tapi kalau emang dasarnya ratu dunia maya yah, si dawat memang hampir-hampir 24 jam berada di depan layar laptop. Otak-atik blog, cari info filem terbaru di youtube, upload foto terbaru bareng temen and couple dan bongkar-bongkar berita serta isu-isu terbaru. Akhirnya, si Dawat tersangkut juga di sebuah situs berita tentang seorang pria berhasil bunuh diri di pohon tauge, eeh pohon apple (agak ber-level gitu ya tempat bunuh dirinya). Setelah dibaca ringkas, si laki tadi nekat bunuh diri karena ditinggalin oleh teman wanitanya (alias pacar). Melebay banget nih orang pikir dawat.Kemudian sidawat melihat berita menarik berikutnya. Seorang anak SD (sebut saja namanya bunga) Mengurung diri dikamar selama seminggu. Menurut orang tua pelaku, anak ini mengurung diri sejak ditinggal mati oleh teman SD yang tak lain pacarnya sendiri. Menurut teman-teman bermainnya, mereka telah berpacaran selama lima tahun. Dawat semakin tercengang ketika mengetahui bahwa anak yang mengurung diri dikamar masih duduk dikelas empat SD. Waduh, yang salah orangtuanya nih. Masa anaknya sendiri dibiarin pacaran. Ya seperti itulah jadinya. Pendidikan dari orang tuanya yang salah.

Dawat tetep membela diri. Mak dan abaknya gak salah karena membiarkan dawat pacaran sejak lulus SMP. Karena dawat pacaran pada usia yang tepat. Berapakah usia yang tepat untuk pacaran? Dawat juga gak tau pastinya, Karena gak ada buku ilmiah yang bisa menjelaskan hal tersebut.Tiba-tiba dawat terpikirkan adiknya yang masih berumur empat tahun. Ia takut juga jika adiknya mengalami peristiwa yang sama dengan bocah bernama bunga tadi. Ia sadar, sering membiarkan adiknya ikutan nimbrung ketika pacarnya ngapel dirumah. Atau sengaja membawa sang adik saat dawat dan pacarnya jalan-jalan pake sepeda motor. Alasannya, agar orang tuanya mengizinkan. Kemudian agar yang menjadi orang ketiga diantara mereka bukan setan, tetapi adiknya. (sekali ini dawat parah banget). Terpikirkan lagi oleh dawat, tentunya sang adik telah banyak menyerap ilmu pacaran dari kakaknya sendiri. BAHAYA. Si adek belum siap dan belum boleh pacaran!
Mengingat hal tersebut, si dawat berlari keluar kamar meninggalkan laptop yang masih hidup. Ia mencari adik kecilnya. Berlari-lari dari satu rumah kerumah tetangga lain. Akhirnya ia mendapati adiknya sedang berada dirumah puja, bayi yang masih berumur satu tahun. Adik lelakinya ini memang rajin bermain ke rumah Puja. Setiap hari, adiknya selalu marker bermian di rumah Puja. Jangan-jangan!! Dawat kemudian memegang pipi adiknya. Memastikan sang adik gak jatuh cinta pada Puja. Tentu saja Tinta – sang adik- berontak kesal kemudian menjauhinya. Dawat berusaha menenangkan diri, memegang kepalanya sambil berbisik, gk mungkin, gk mungkin, gk mungkin!
Dawat pun pulang dengan langkah gontai. Takut, jika adiknya yang masih labil akan bunuh diri juga. Dawat kembali menuju laptop pingky kesayangannya. Suara adzan zuhur tak dihiraukannya. Apalagi suara mak yang mengajak makan siang. Ia berusaha mencari artikel tentang pacaran, keuntungan dan kerugian buat pelaku pacaran.Setelah mengumpulkan artikel-artikel yang ada, ternyata dawat lebih banyak mendapatkan artikel tentang kerugian pacaran. Setelah dikumpul-kumpulkan dawat mendapatkan beberapa point kerugian yang didapat dari aktifitas pacaran. Dengerin yah:1. Lupa waktu dan habis dengan sia-sia. Pacaran ternyata membuat diri kita gak sadar waktu berjalan terus sedangkan usia berkurang. Waktu kita banyak dihabiskan untuk si dia. Melayani dia ketika berkunjung ke rumah hingga PR pun tak terkerjakan karena sang pacar gak pake pulang. Atau bahkan harus mencucikan baju dan ngasih makan sang pacar. Dawat sendiri sih sempet ngerepotin mak, minta Mak masak yang enak untuk pacar –padahal dianya sendiri gak pandai masak-. Padahal siapa sih dia? yang ngasi jajan, makan, ongkos sekolah bukan dia. tapi mak dan abak. tapi justru dawat sering melawan Mak Abak. dan sibuk melayani ‘orang asing ini’
2.      Sering bohong pada Mak dan Abak. Pernah mak bertanya, kenapa dia terlambat pulang. Dawat jawab saja baru pulang dari rumah teman, padahal baru menemankan sang pacar cari sepatu bola. Dosa deh.3.      Kalau bertengkar. Kepala jadi sakit. Dirumah uring-uringan melulu. Disuruh mak makan pun tak mau. Apalagi kalau disuruh beresin rumah dan mencuci. Maka dawat menjadi gadis galak dan pemalas sedunia.4.      Paling parah, lupa pada Allah. Kadang ketiduran karena kecapean baru pulang jalan-jalan bareng pacar. Atau ketiduran abis telponan sepanjang malam. Atau lagi, kelupaan karena pikiran dipenuhi oleh si dia. Kalaupun sholat -setelah dimarahin sama abak- sejadah yang berpola mesjid itupun seolah-olah ada wajah sang pacar. Apa yang tadi telah perbincangkan atau juga guyonan yang ia katakan. Bisa-bisa dawat senyum-senyum ketika sholat bila mengingat hal tersebut. Namun, jika terjadi kisruh antara mereka berdua. Maka sholat dawat pun tak mau. (parah banget)


Dawat kemudian berpikir lagi sepertinya semua itu yang ia lewati. Dawat pun percaya semua aktifis pacaran mengalami hal yang sama. Disibukkan dengan masalah pribadi sampai gak peduli lingkungan. Boro-boro ngurusin masalah orang banyak untuk makan sendiripun tidak terurus. Azan ashar pun mengalun dari mesjid yang tak jauh berada dari rumahnya. Laptop mininya pun terasa sangat panas karena dari pagi tidak ada istirahat. Ia save semua artikel yang belum sempat di baca dan akan melanjutkan bacaannya malam nanti.Karena sedang di izinkan Allah untuk tidak sholat. Dawat mengambil sapu untuk membersihkan rumah. Selama melakukan pembersihan dawat berfikir. Apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Bagaimana kelanjutan kisahnya dan pacar tercinta.Sebuah sms masuk ke hp dawat. Tak lain, Dose - pacar dawat. Dos selalu meminta di telepon pada saat-saat seperti ini. Sering kali pula dawat melayaninya. Sehingga tugas untuk membereskan rumah menjadi terlalaikan. Dawat beristghfar. Terlalu banyak dosanya, terlalu banyak kotoran yang menempel di dadanya membuat Mak sering marah dan kesal.‘Lagi ngapain cantik?’ Pesan singkat dari Dose tidak lagi membuat hati dawat berbunga-bunga. Dawat tidak semangat untuk membalasnya. Apa yang harus aku lakukan? Bisik dawat pada hatinya.


Bersambung. Tunggu aja kisah selanjutnya yah…